Rasa terima kasih terkadang diinterpretasikan dengan memberikan sebuah hadiah dari wali murid kepada seorang guru. Namun, apakah menerima hadiah tersebut diperbolehkan dalam islam? Apakah ini memiliki pandagan yang sama dengan hukum memberi tips dalam Islam?
Dengan gelar guru sebagai pahlawan tanpa jasa. Harusnya mengajari siapapun tanpa melihat latar belakang dan berusaha dengan sabar agar seorang murid yang sebelumnya tidak mengerti sesuatu menjadi paham. Perjuangan yang tidak mengenal lelah menghasilkan sebuah pencapaian yang besar.
Olehnya itu banyak orangtua yang berterima kasih atas perubahan anak yang berada dalam bimbingan seorang guru. Bahkan ada yang mewujudkannya dalam bentuk hadiah.
Hukum Menerima Hadiah dari Murid/Walinya
Diambil dari pertanyaan ke 1802 dari grup kajian dan tanya jawab islam Wahdah Islamiyah. Seorang Ikhwah dari Luwu Timur bertanya,
Bismillah ,,
Mohon penjelasan nya ustadz,Apakah boleh seorang guru menerima hadiah dari murid /wali murid nya, berupa makanan atau yg lainnya..?
Syukron atas jawabannya, jazakumullahu khairan (Fulan, KTJ ikhwah 1, Luwu Timur)
Ustadz Irsyad Muhammad Rafi’, Lc. yang merupakan Alumni Universitas Islam Madinah, Anggota Dewan Syariah Wahdah Islamiyah, serta Dosen STIBA Makassar kemudian menjawab.
بسم الله
والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وآله وصحبه أجمعين، وبعد…
Hukum asal hadiah adalah boleh, dan bernilai pahala jika diniatkan untuk memasukkan kegembiraan di hati orang yang diberi hadiah.
Akan tetapi ada jenis hadiah yang terlarang, hadiah yang diistilahkan dengan hadaya ummal. Jenis hadiah ini merupakan pemberian hadiah kepada seseorang yang bekerja dan dia menerima gaji dari pekerjaannya tersebut. Kemudian dia diberi hadiah sebab ia berprofesi atau bekerja dengan pekerjaan tersebut dan memiliki hubungan (terkait pekerjaannya) dengan pemberi hadiah, sehingga seandainya ia tdk berprofesi dengan profesi tersebut, ia tidak akan menerima hadiah tersebut. Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari bapaknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
“Siapa saja yang dipekerjakan dalam suatu amalan lantas ia mendapatkan gaji dari pekerjaan tersebut kemudian ia mendapatkan tambahan lain dari pekerjaan itu, maka itu adalah ghulul (hadiah khianat).” (HR. Abu Daud no. 2943. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Apakah boleh seorang guru menerima hadiah dari murid atau walinya?
Jawabannya bisa dirinci dalam beberapa poin berikut:
- Tidak boleh diterima, sebab ia termasuk hadaya ummal yang disebutkan sebelumnya. Baik itu dengan alasan sekedar membalas budi baik semata, apalagi jika tujuannya untuk memberi manfaat kepada guru agar bisa memberikan nilai bagus.
- Boleh diterima, jika pemberian/hadiah tersebut sudah menjadi kebiasaan orang yang memberi jauh sebelum berstatus murid/wali, sebab hubungan persahabatan atau yang semisalnya.
- Boleh diterima, jika hadiah tersebut bukan hadiah khusus untuk dirinya saja. Misal muridnya membawa makanan yang diperuntukkan untuk guru dan teman kelasnya untuk dimakan bersama sama, tanpa membedakan guru dan temannya.
- Boleh diterima, jika status hubungan antara murid dan guru sudah berakhir.
Wallahu a’lam